Saingi Vietnam, PLN Ingin Turunkan Tarif Listrik Industri - News Today

Breaking

Senin, 09 September 2019

Saingi Vietnam, PLN Ingin Turunkan Tarif Listrik Industri


News IndonesiaPT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyatakan tahun ini proyek 35.000 megawatt akan mulai berfungsi, khususnya di Jawa. Artinya, akan ada potensi penurunan tarif listrik bagi sektor industri atau manufaktur.

Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, pihaknya telah melakukan sinkronisasi energi pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan teknologi ultra supercritical (USC) pekan lalu. Adapun, PLTU  tersebut memiliki kapasitas 1.000 megawatt dan tari US$4,2 sen/kWh.

“Kami berharap [tarif listrik untuk industri] turun. Kami ingin lebih murah dari pesaing kami yaitu Vietnam di posisi US$7,1 sen/kWh. Tarif kami masih lebih tinggi dari itu. Itu yang kami kejar,” ujarnya kepada Bisnis, Ahad 8 September 2019

Namun, kata Djoko, penurunan tarif listrik tersebut harus diikuti dengan pertumbuhan penggunaan listrik oleh pelaku industri agar lebih murah. Penggunaan listrik oleh sektor manufaktur pada tahun ini tidak tumbuh. Jika penggunaan listrik tidak tumbuh dan proyek 35.000 megawatt berjalan, maka tarif listrik justru akan naik.

Lihat Juga : Topan Lingling Terjang Korut, 5 Orang Dilaporkan Tewas

Djoko mengatakan tarif listrik bagi sektor industri kini sekitar US$7,12 sen/kWh atau Rp997/kWh. Djoko menyampaikan berfungsinya PLTU USC akan membuat komposisi gas dari biaya pokok PLN (BPP) berkurang. Dengan kata lain, tarif listrik dapat lebih murah.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Wirawasta mengungkapkan, tarif listrik berkontribusi sekitar 22-24 persen dari struktur biaya industri tekstil. Penyamaan tarif energi akan membuat utilitas industri tekstil melonjak ke level 85 persen. Adapun, saat utilitas industri benang dan serat berada di level 60 persen, serta industri tenun dan rajut sekitar 40 persen.

“Kalau tarif listrik murah dan semua cost factor bisa selevel [dengan industri di negara pesaing] utilitas akan ke 95 persen. Kita akan dorong ekspor yang kemudian akan mendorong investasi baru tanpa perlu insentif besar-besaran,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar